Lencana Facebook
Kesuburan Tanah
Tanah adalah sebuah komponen dari keseluruhan ekosistem dan tidak
dapat dilepaskan dari kesehatan
ekosistem tersebut. Di bidang pertanian, tanah yang sehat memiliki kondisi fisik, kimia dan biologis optimal untuk
produksi tanaman dan memiliki kesanggupan untuk menjaga kesehatan tanaman serta kualitas ekosistem
yang mencakup air dan tanah. Dalam
sejumlah kondisi, tanah yang sehat mungkin saja tidak berfungsi sebagai komponen ekosistem yang sehat
karena adanya penambahan komponen tanah
yang tidak sehat dari luar tanah itu sendiri (Elliott 1998) misalnya penambahan
bahan kimia yang berlebihan atau pembuangan
limbah toksik.
Tanah sehat dan subur
merupakan system hidup dinamis yang
dihuni oleh berbagai organism (mikro flora, mikro fauna, serta meso dan makro
fauna). Organisme tersebut saling berinteraksi membentuk suatu rantai makanan
sebagai manifestasi aliran energi dalam suatu ekosistem untuk membentuk tropik
rantai makanan (Simarmata et al, 2003). Dalam ekosistem tanah, tropik
rantai makanan dimulai dari tropik level pertama, yaitu kelompok organisme
(tanaman dan bakteri) produsen yang mampu memanfaatkan sinar matahari sebagai
sumber energinya. Selanjutnya diikuti oleh tropic kedua hingga ke tingkat tropik yang tertinggi. Hal
ini berarti, bahwa kehadiran suatu organisme akan mempengaruhi keberadaan
organisme lain secara langsung maupun tidak langsung.
Kesehatan tanah
dapat dievaluasi secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan indikator seperti kemampuan tanah sebagai media tumbuh tanaman maupun mikroba (Simarmata et al, 2003).
Kesuburan tanah bisa diukur
berdasarkan beberapa indikator kesuburan tanah. Beberapa indikator kesuburan
tanah yang biasa digunakan oleh para ahli tanah antara lain adalah : kapasitas
absorbsi, tingkat kejenuhan basa, kandungan liat dan kandungan bahan organik.
Selanjutnya akan diuraikan dibawah ini.
Kapasitas Absorbsi dihitung
dengan milli equivalent, adalah kemampuan tanah untuk mengikat/ menarik suatu
kation oleh partikel-partikel kolloid tanah (partikel kolloid itu terdiri dari
liat dan organik), dan ini secara langsung mencerminkan kemampuan tanah
melakukan aktifitas pertukaran hara dalam bentuk kation. Semakin tinggi nilai
kapasitas absorbsi, maka tanah dikatakan kesuburannya semakin baik, yang
biasanya susunan kationnya didominasi oleh unsur K (Kalium), Ca (Calsium) dan
Mg (Magnesium), sehingga nilai pH tanah normal (berkisar 6,5).
Kejenuhan Basa, nilainya
dalam bentuk persen, mencerminkan akumulasi susunan kation. Peningkatan nilai
persen kejenuhan basa mencerminkan semakin tingginya kandungan basa-basa tanah
pada posisi nilai pH tanah yang menyebabkan nilai kesuburan kimiawi optimal
secara menyeluruh. Nilai kesuburan kimiawi secara sederhana dicermnkan oleh
nilai pH, karena nilai pH akan mampu mempengaruhi dan mencerminkan aktifitas
kimiawi sekaligus aktifitas biologis dan kondisi fisik di dalam tanah.
Kandungan liat, merupakan
ukuran kandungan partikel kolloid tanah. Partikel dengan ukuran ini (kolloid)
akan mempunyai luas permukaan dan ruang pori tinggi sehingga mempunyai
kemampuan absorbsi juga tinggi serta diikuti kemampuan saling tukar yang tinggi
pula diantara partikel kolloid. Kemampuan absorbsi ini bisa untuk air maupun
zat hara, sehingga menjadi cermin peningkatan kesuburan tanah. Namun jika
kandungan liat pada komposisi dominan atau tinggi menjadi tidak ideal untuk
budidaya maupun pengolahan tanah. Kandungan liat yang tinggi menyebabkan
perkolasi, inlfiltrasi, permeabilitas, aerasi tanah menjadi lebih rendah
sehingga menyulitkan peredaran air dan udara.
Bahan Organik Sebagai
Kunci Dinamika Kesuburan Tanah
Kandungan BO merupakan
indikator paling penting dan menjadi kunci dinamika kesuburan tanah. Bahan
organik mempunyai peran yang multifungsi, yaitu mampu merubah sifat fisik,
sifat kimia dan sifat biologi tanah. Selain itu bahan organik juga mampu
berperan mengaktifkan persenyawaan yang ditimbulkan dari dinamikanya sebagai
ZPT (zat pengatur tumbuh), sumber Enzim (katalisator reaksi-reaksi persenyawaan
dalam metabolisme kehidupan) dan Biocide (obat pembasmi penyakit dan hama dari
bahan organik).
Bahan organik dikatakan
mampu merubah sifat fisik tanah, karena kondisi fisik tanah yang keras/liat
(pejal) akan dapat berubah menjadi tanah yang gembur oleh adanya bahan organik.
Akibatnya porositas dan permeabilitas tanah semakin baik sehingga aerasi udara
meningkat, ini bermanfaat untuk menghindari kejenuhan air yang menyebabkan
kebusukan akar.
Demikian pula bila kondisi
sebaliknya, yaitu kondisi tanah yang lepas (sangat berpasir), maka fisik tanah
dapat dibuat menjadi kompak, karena agregasi meningkat oleh adanya bahan
organik. Ruang pori tanah juga meningkat, akibatnya kemampuan tanah dalam
menyimpan air dan menyediakan ruang udara akan semakin proporsional (baik). Hal
ni bermanfaat untuk menghindarkan tekanan kekeringan pada perakaran.
Bahan organik juga dapat
merubah sifat kimia tanah, yaitu melalui proses dekomposisi yang dilakukan oleh
mikroba yang memang selalu menempel pada bahan organik. Proses dekomposisi akan
melepaskan zat-zat hara ke dalam larutan di dalam tanah dan juga menjadikan
bahan organik menjadi bentuk yang lebih sederhana dan bersifat kolloid. Kondisi
ini akan meningkatkan kemampuan absorbsi tanah yang berkaitan juga dengan
kapasitas tukar kation (KTK) tanah karena meningkatnya luas permukaan partikel
tanah. Hal ini menjadikan tanah mempunyai kemampuan menyimpan unsur-unsur hara
yang semakin baik, mengurangi penguapan Nitrogen, maupun pencucian hara-hara
kation lain. Pada saatnya berarti pula meningkatkan kapasitas tanah untuk
melepas hara kation bagi kebutuhan tanaman, baik melalui proses pertukaran
secara langsung maupun pasif oleh proses difusi.
Bahan organik juga mampu mengeliminir
bahan-bahan racun, terutama yang dakibatkan oleh kation-kation mikro seperti Co
(Cobalt), Cu (Cuprum/ tembaga), B (Boron), dan lain-lain; dengan membentuk
ikatan khellat. Ikatan khellat ini bersifat preventif (dari efek meracuni) dan
konservatif, karena sewaktu-waktu katio-kation logam yang terjerap dalam ikatan
khelat juga masih bisa dimanfaatkan oleh tanaman. Bahkan ada yang mengatakan
bahwa terjadinya ikatan khelat ini justru meningkatkan mobilitas banyak kation,
karena ikatan ni memang bisa larut sehingga memudahkan tanaman untuk
memanfaatkannya.
Bahan organik bisa merubah
sifat biologi tanah dengan meningkatkan populasi mikroba di dalam tanah.
Populasi mikroba yang meningkat (baik jenis dan jumlahnya) menyebabkan dinamika
tanah akan semakin baik dan menjadi sehat alami. Peningkatan mikroba (khususnya
fungi bermiselia seperti micorhiza, dll) akan meningkatkan kemantapan agregasi
partikel-partikel penyusun tanah. Mikroba dan miselianya, yang berupa
benang-benang, akan berfungsi sebagai perajut/ perekat/glue antar partikel
tanah. Dengan demikian menyebabkan struktur tanah menjadi lebih baik karena
ketahanannya menghadapi tekanan erodibilitas (perusakan) tanah. Kemampuan
merubah sifat biologi tanah ke arah positif sehingga meningkatkan populasi mikroba
yang menguntungkan tanaman sehingga tanaman tumbuh sehat tanpa perlu campur
tangan pupuk buatan dan pestisida.
Bahan organik juga berperan
sebagai ZPT, karena proses dekomposisi akan menghasilkan proses akhir menjadi
humus. Humus disebut juga sebagai asam humat (humic acid) yang merupakan bahan
kolloidal terpolidispersi yang bersifat amorf, berwarna kuning hingga
coklat-hitam dan mempunyai berat molekul relatif tinggi dan bervariatif. Asam
humat banyak dikaitkan dengan perkecambahan bji di dalam tanah, pertumbuhan
bagian atas tanaman, pemanjangan semaian muda atau pemanjangan akar dari akar
terpotong secara in vitro, karena asam humat menunjukkan pengaruh hormonal
dalam pertumbuhan. Asam humat juga berperan dalam perbaikan tanah secara fisik,
melalui mekanisme perbaikan agregasi, aerasi, permeabilitas serta kapasitas
memegang air, sehingga tanaman akan tumbuh secara normal dan sehat.
Bahan organik merupakan
salah satu bagian penyusun tanah dengan sifat-sifat kolloid, dan hanya
satu-satunya yang mempunyai kemampuan mendinamisasi untuk mempengaruhi sifat
fisik, kimia maupun biologi tanah. Tanah-tanah marjinal (baik tanah mineral
maupun yang dominan liatnya) akan dapat diperbaiki sifat pejal maupun
porositasnya pada tingkat yang optimal. Demikian juga permeabilitas, aerasi,
perkolasi maupun agregasi, dengan peran dinamisasi dari BO, keadaan tanah
menjadi gembur dan subur. Hal ini berkaitan dengan menegemen air dan udara
dalam tanah, bermanfaat bagi kelangsungan perkembangan perakaran tanaman dan
hara tanaman di dalam tanah. Dengan berkembangnya perakaran tanaman akan
mempengaruhi bagian atas tanaman di atas permukaan tanah.
Sumber :
Elliott, E.T. 1998. Rationale for developing bioindicators of soil
health. Di dalam Pankhurst, C., Doube, B.M. & Gupta, V.V.S.R. (eds).
Biological Indicators of Soil Health . Wallingford: CABI Publishing.
Simarmata, T., Sumarni, Y. &
Arief, D.H. 2003. Teknologi bioremediasi untuk mempertahankan keberlanjutan kesehatan
tanah dan produktivitas tanaman pada ekosistem lahan kering dalam era pertanian
ramah lingkungan di Indonesia. Makalah dipresentasikan pada Seminar Kajian Keilmuan
Pertanian Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung 14 Juli 2003.
Tanaman Tomat
Tomat (Lycopersicum esculentum ) adalah salah satu komoditas pertanian yang sangat bermanfaat bagi tubuh karena mengandung vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan. Buah tomat mengandung karbohidrat, protein, lemak dan kalori. Buah tomat merupakan komoditas multiguna yang berfungsi sebagai sayuran, bumbu masak, buah meja, penambah nafsu makan, bahan pewarna makanan, sampai kepada bahan kosmetik dan obat-obatan. Sebagai sumber mineral, buah tomat dapat bermanfaat untuk pembentukan tulang dan gigi (zat kapur dan fospor), sedangkan zat besi (Fe) yang terkandung di dalam buah tomat dapat berfungsi untuk pembentukan sel darah merah atau hemoglobin. Selain itu tomat mengandung zat potassium yang sangat bermanfaat untuk menurunkan gejala tekanan darah tinggi (Cahyono, 2005). Oleh karena itu, permintaan akan komoditas tomat akan terus meningkat seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan.
A. Botani Tanaman Tomat
Tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan tanaman yang secara lengkap diklasifikasikan ke dalam golongan sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Tubiflorae
Famili : Solanaceae
Genus : Lycopersicum
Spesies : Lycopersicum esculentum Mill (Redaksi Agromedia, 2007).
Tanaman tomat memiliki akar tunggang, akar cabang, serta akar serabut yang berwarna keputih-putihan dan berbau khas. Perakaran tanaman tidak terlalu dalam, menyebar ke semua arah hingga kedalaman rata-rata 30 - 40 cm, namun dapat mencapai kedalaman hingga 60 - 70 cm. Akar tanaman tomat berfungsi untuk menopang berdirinya tanaman serta menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah. Oleh karena itu tingkat kesuburan tanah di bagian atas sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi buah, serta benih tomat yang dihasilkan.
Batang tanaman tomat bentuknya bulat dan membengkak pada buku-buku. Bagian yang masih muda berambut dan biasanya dan ada yang berkelenjar, mudah patah, dapat naik bersandar pada turus atau merambat pada tali, namun harus dibantu dengan beberapa ikatan. Dibiarkan melata, cukup rimbun menutupi tanah. Bercabang banyak sehingga secara keseluruhan berbentuk perdu.
Daunnya yang berwarna hijau dan berbulu memiliki panjang 20 - 30 cm dan lebar 15 - 20 cm. Daun tomat tumbuh dekat ujung dahan atau cabang sementara tangkai daunnya berbentuk bulat memanjang sekitar 7 - 10 cm dan ketebalan 0,3 - 0,5 cm.
Bunga tanaman tomat termasuk jenis bunga berkelamin dua atau hermaprodit. Bunga tanaman tomat berwarna kuning, terdiri dari lima helai daun kelopak dan lima helai mahkota. Pada serbuk sari bunga terdapat kantong yang letaknya menjadi satu dan membentuk bumbung yang mengelilingi tangkai kepala putik. Bunga tomat dapat melakukan penyerbukan sendiri karena tipe bunganya berumah satu. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan terjadi penyerbukan silang
Buah tomat adalah buah buni, selagi masih muda berwarna hijau dan berbulu serta relatif keras, setelah tua berwarna merah muda, merah atau kuning cerah dan mengkilat, serta relatif lunak. Bentuk buah tomat beragam: lonjong, oval, pipih, meruncing, dan bulat. Diameter buah tomat antara 2 - 15 cm, tergantung varietasnya. Jumlah ruang di dalam buah juga bervariasi, ada yang hanya dua seperti pada buah tomat cherry dan tomat roma atau lebih dari dua seperti tomat marmade yang beruang delapan. Pada buah masih terdapat tangkai bunga yang berubah fungsi menjadi sebagai tangkai buah serta kelopak bunga yang beralih fungsi kelopak bunga.
Biji tomat berbentuk pipih, berbulu, dan berwarna putih, putih kekuningan atau coklat muda. Panjangnya 3 - 5 mm dan lebar 2 - 4 mm. Biji saling melekat, diselimuti daging buah dan tersusun berkelompok dengan dibatasi daging buah. Jumlah biji setiap buahnya bervariasi, tergantung pada varietas dan lingkungan, maksimum 200 biji per buah. Umumnya biji digunakan untuk bahan perbanyakan tanaman. Biji mulai tumbuh setelah ditanam 5 - 10 hari.
B. Syarat Tumbuh
Tanaman tomat pada fase vegetatif memerlukan curah hujan yang cukup. Sebaliknya, pada fase generatif memerlukan curah hujan yang sedikit. Curah hujan yang tinggi pada fase pemasakan buah dapat menyebabkan daya tumbuh benih rendah. Curah hujan yang ideal selama pertumbuhan tanaman tomat berkisar antara 750 - 1.250 mm per tahun. Curah hujan tidak menjadi faktor penghambat dalam penangkaran benih tomat di musim kemarau jika kebutuhan air dapat dicukupi dari air irigasi, namun dalam musim yang basah tidak akan terjamin baik hasilnya. Iklim yang basah akan membentuk tanaman yang rimbun, tetapi bunganya berkurang, dan di daerah pegunungan akan timbul penyakit daun yang dapat membuat fatal pertumbuhannya. Musim kemarau yang terik dengan angin yang kencang akan menghambat pertumbuhan bunga (mengering dan berguguran). Walaupun tomat tahan terhadap kekeringan, namun tidak berarti tomat dapat tumbuh subur dalam keadaan yang kering tanpa pengairan. Oleh karena itu baik di dataran tinggi maupun dataran rendah dalam musim kemarau, tomat memerlukan penyiraman atau pengairan demi kelangsungan hidup dan produksinya,
Suhu yang paling ideal untuk perkecambahan benih tomat adalah 25 - 300C. Sementara itu, suhu ideal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 24 - 280C. Jika suhu terlalu rendah pertumbuhan tanaman akan terhambat. Demikian juga pertumbuhan dan perkembangan bunga dan buahnya yanng kurang sempurna. Kelembaban relatif yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 80%. Sewaktu musim hujan, kelembaban akan meningkat sehingga resiko terserang bakteri dan cendawan cenderung tinggi. Karena itu, jarak tanamnya perlu diperlebar dan areal pertanamannya perlu dibebaskan dari segala jenis gulma.
Tanaman tomat membutuhkan penyinaran penuh sepanjang hari untuk produksi yanng menguntungkan, tetapi sinar matahari yang terik tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman tomat. Tanaman yang ada di daerah dengan kondisi demikian akan mudah terserang cendawan busuk daun dan sejenisnya. Angin kering dan udara panas juga kurang baik bagi pertumbuhannya dan sering menyebabkan kerontokan bunga.
Sumber :
Cahyono, Bambang. 2005. Tomat, Budidaya dan Analisis Usaha Tani, Kinisius, Yogyakarta.
Pitojo, S, 2005. Benih Tomat. Kanisius, Yogyakarta
Redaksi Agromedia, 2007. Panduan Lengkap Budi Daya Tomat. Agromedia, Jakarta.
Rismunandar, 2001. Tanaman Tomat. Sinar Baru Algensindo, Bandung.
Pitojo, S, 2005. Benih Tomat. Kanisius, Yogyakarta
Redaksi Agromedia, 2007. Panduan Lengkap Budi Daya Tomat. Agromedia, Jakarta.
Rismunandar, 2001. Tanaman Tomat. Sinar Baru Algensindo, Bandung.
Wiryanta,W.T.B, 2004. Bertanam Tomat. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Hubungan Daya Simpan Benih Dengan Wadah Simpan
Hubungan Daya Simpan Benih Dengan Wadah Simpan
Penyimpanan benih atau kelompok benih (lot benih) diharapkan dapat mempertahankan kualitas benih dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan lamanya penyimpanan. Pengemasan benih bertujuan untuk melindungi benih dari faktor-faktor biotik dan abiotik, mempertahankan kemurnian benih baik secara fisik maupun genetik, serta memudahkan dalam penyimpanan dan pengangkutan.
Penyimpanan benih pada ruang terbuka akan mengakibatkan benih cepat mengalami kemunduran atau daya simpannya menjadi singkat akibat fluktuasi suhu dan kelembapan. Hal ini karena ruang simpan terbuka berhubungan langsung dengan lingkungan di luar ruangan atau melalui jendela dan ventilasi. Oleh karena itu, benih yang disimpan dalam ruang terbuka perlu dikemas dengan bahan kemasan yang tepat agar viabilitas dan vigor benih dapat
dipertahankan.
Penggunaan bahan kemasan yang tepat dapat melindungi benih dari perubahan kondisi lingkungan simpan yaitu kelembapan nisbi dan suhu. Kemasan yang baik dan tepat dapat menciptakan ekosistem ruang simpan yang baik bagi benih sehingga benih dapat disimpan lebih lama. Prinsip dasar pengemasan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas dan vigor benih, dan salah satu tolok ukurnya adalah kadar air benih. Menurut Barton dalam Justice dan Bass (1979), kadar air merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran benih. Lebih lanjut dikatakan bahwa kemunduran benih meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar air benih.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Andy Risasmoko dengan judul penelitian pengaruh kadar air awal, wadah dan periode simpan Terhadap viabilitas benih suren (Toona sureni Merr) di Institute Pertanian Bogor (IPB) dapat diketahui bahwa untuk memperoleh tanaman yang baik maka perlu digunakan benih berkualitas baik. Mutu benih mencakup tiga hal yang tidak terpisahkan yaitu: mutu fisik, mutu fisiologis, dan mutu genetik. Benih suren merupakan salah satu benih yang sulit untuk disimpan, daya berkecambahnya mudah turun dan rendah persentase tumbuhnya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor penting yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan, yaitu: kadar air awal, wadah dan periode simpan yang optimal untuk benih suren (T. sureni).
Analisis ragam terhadap wadah simpan benih suren berpengaruh sangat nyata (α=5%) terhadap daya berkecambah, vigor dan keserempakan perkecambahan. Wadah simpan aluminium foil memiliki rata-rata daya berkecambah (58,34%) dan keserempakan perkecambahan (22,60%) paling tinggi daripada wadah simpan besek (55,17% dan 20,60%) maupun kantong terigu (52,90% dan 18,93%). Hal ini dapat disebabkan oleh aluminium foil yang dapat menahan kelembaban relatif cukup tinggi, sehingga fluktuasi suhu dapat dikurangi. Kelembaban relatif yang tinggi menyebabkan pengeluaran kadar air benih relatif kecil, sehingga masa dormansi benih dapat diperpanjang.
Interaksi kadar air benih dengan periode simpan berpengaruh sangat nyata (α=5%) terhadap daya berkecambah dan keserempakan perkecambahan. Pada kadar air 11,38% dengan periode simpan 4 minggu rata-rata daya berkecambah 68,11% dan rata-rata keserempakan perkecambahan 24,44%. Kombinasi tersebut merupakan kombinasi terbaik untuk penyimpanan, karena setelah periode simpan 6 minggu daya berkecambah benih suren hanya 47,11%.
Interaksi wadah simpan dengan periode simpan sangat nyata(α=5%) terhadap daya berkecambah dan keserempakan perkecambahan. Benih suren dengan wadah simpan aluminium foil memiliki rata-rata daya berkecambah 67,67% dan rata-rata keserempakan perkecambahan 23,84% pada periode simpan 4 minggu. Kombinasi tersebut merupakan kombinasi terbaik, karena setelah periode simpan 6 minggu daya berkecambah dan keserempakan perkecambahan hanya 44,17% dan 14,34%. Untuk penyimpanan benih suren sebaiknya kadar air benihnya tidak perlu diturunkan dan disimpan dalam wadah kedap uap air, sehingga viabilitasnya tetap tinggi. Berdasarkan kadar air awal benih suren 11,38% (kadar air awal antara 10- 20%) dan penyimpanan hanya dapat dipertahankan sampai 4 minggu dengan daya berkecambah 70,33% maka benih suren dikategorikan ke dalam benih semi rekalsitran.
Dari hasil penelitian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa wadah sangat berpengaruh terhadap daya simpan benih.
DAFTAR PUSTAKA
Mattjik, A.A. dan I.M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan.
Jilid I. Edisi Kedua. IPB Press, Bogor.
Mugnisjah, W.Q., A. Setiawan, Suwarto, dan C. Santiwa. 1994. Panduan Praktikum dan Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. PT Raja Grafindo, Jakarta.
Rineka Cipta. 1986. Teknologi Benih. Pengolahan benih dan tuntunan praktikum. Rineka Cipta, Jakarta.
BUDIDAYA LADA DENGAN TIANG PANJAT
BUDIDAYA LADA DENGAN TIANG PANJAT
Pembudidayaan lada dengan tiang panjat memerlukan tahapan kegiatan antara lain, persiapan lahan, penanaman, pemupukan, dan perawatan. Tahapan kegiatan tersebut merupakan teknis budidaya yang harus dilakukan dengan baik.
A.PERSIAPAN LAHAN TANAMAN LADA
Teknis persiapan lahan untuk pembudidayaan lada berbeda-beda sesuai topografi dan jenis tanah. Bahkan pembukaan lahan baru dan peremajaan tanaman berbeda cara persiapan lahannya. Tahap-tahap persiapan lahan:
1.Pembersihan Lahan
Pembersihan lahan merupakan kegiatan awal dalam pengolahan tanah. Biasanya pada lahan bukaan baru sering ditumbuhi oleh segala jenis gulma, semak, dan pepohonan. Oleh karena itu, semak, gulma, dan pepohonan ini harus disingkirkan. Kegiatan ini dilakukan saat musim kemarau.
Untuk lahan yang ditumbuhi alang-alang dan pepohonan kecil, kegiatan pembersihan bukan hanya menebang pohon dan alang-alang, tetapi juga pembuangan tunggulnya. Namun bila lahan hanya ditumbuhi alang-alang, selain secara manual, cara kimiawi pun dapat dilakukan, yaitu dengan penyemprotan herbisida sistematik. Cara ini dilakukan bila vegetasi alang-alang cukup luas. Untuk lahan yang ditumbuhi hutan sekunder, pepohonan dibersihkan dengan cara ditebang, dibongkar tunggulnya, lalu dibakar.
2.Pengolahan Tanah Pertama.
Setelah bersih dari gulma, semak dan pepohonan, tanah dioalah dengan cara dicangkul, ditraktor, atau dibajak sesuai kondisi lahan. Lahan bervegetasi alang-alang dan pepohonan kecil diolah dua kali dalam waktu sebulan. Sementara lahan bervegetasi hutan sekunder diolah tiga kali dalam waktu satu bulan. Setelah diolah tanah dibiarkan selama dua minggu lalu digaru.
Setelah diolah, tanah diratakan dan dibagi menjadi beberapa petakan, misalnya beruuran 5m x 5m. Petakan dibuat supaya pengelolaan tanaman menjadi lebih mudah. Pembentukan petakan harus memperhatikan garis tinggi (kontur) dan kemiringan lahan. Derajat kemiringan tanah optimum untuk dibuatkan petakan adalag 15 derajat Celcius. Setiap petakan dilingkari oleh jalan dengan lebar sekitar satu meter. Selain jalan, perlu juga dibuat parit untuk drainase dengan kedalaman 60 cm dan lebar 40 cm. Parit berfungsi untuk mencegah terjadinya genangan dan memudahkan peresapan air kedalam tanah.
Pada lahan dengan kemiringan lebih dari 15 derajat, perlu dibentuk teras. Teras dibuat untuk mencegah terjadinya erosi. Lebar teras disesuaikan dengan kemiringan lahan. Pada umumnya teras dibuat selebar 200 cm tegantung topografi lahanya. Ada dua jenis teras yang dapat dibuat, yaitu teras individu dan teras bersambung. Teras individu dibuat pada lahan lereng dengan ukuran 2m x 2m dan dibuat miring kearah berlawanan dengan arah kemiringan lereng. Sementara teras bersambung dibuat bersambung sesuai garis kontur.
Selain dibuat teras, pada lahan kering juga harus dibuat lubang-lubang penampung air (rorakan) dibawah teras. Fungsi rorakan ini adalah untuk menampung air, memudahkan air hujan meresap kedalam tanah, menghindarkan genangan air, dan mencegah erosi. Rorakan dibuat setiap 12-24 cm dengan panjang 2 – 4 m, lebar 20 cm dan kedalaman 20 cm.
3.Pengolahan Tanah Kedua
Setelah dibuat petakan atau teras, tanah perlu diolah kembali sebelum dibuat lubang tanam. Pengolahan tanah kedua ini dilakukan dengan mempertimbangkan bentuk perakaran tanaman lada. Lada tidak berakar tunggang, tetapi dapat masuk kedalam tanah hingga 1-2 meter. Oleh karena itu pengolahan tanah tidak perlu terlalu dalam, cukup dilakukan pada tanah bagian atas. Yaitu pada ketebalan 30-35 cm.
Pengolahan tanah diawali dengan pencangkulan lapisan tanah atas sedalam satu cangkulan dan lebar. Tanah ini disisihkan kesamping, Lalu tanah lapisan berikutnya dicangkul hingga menjadi cerul atau gembur. Setelah gembur, masukan pupuk organik atau pupuk dasar berupa fosfat alam. Fosfat alam berfungsi menyediakan zat fosfat dalam jangka panjang dan memperbaiki kemasaman tanah. Setelah itu, tanah lapisan pertama dikembalikan keatas tanah lapisan kedua.Dengan cara inimaka lapisan top soil akan kaya bahan organic, cukup mengandung zat fosfat, gembur, tidak mengalami erosi, tidak mudah tergenang air dan tingkat kemasaman tanah menjadi lebih baik.Kondisi ini akan sangat menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman lada.
4.Pembuatan Bedengan
Setelah tanah diolah, lahan dibuat bedengan.Bedengan ini hanya dibuat pada tanah datar atau agak miring. Sementara pada tanah miring tidak perlu dibuat bedengan karena sudahberupa teras. Bedengan dibentuk dengan cara dibuat guludan-guludan. Jarak antar guludan sekitar 2 m dengan kedalaman sekitar 30 cm. Guludan juga berfungsi sebagai saluran pembuangan air. Dengan adanya guludan maka akan terbentuk bedengan-bedengan.
5.Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat ditengah bedengan. Ukuran lubang tanam bagian atas 35 cm x 35 cm hingga 40 cm x 40 cm. Sementara bagian bawah lubang menyempit. Jarak antar lubang tanam tergantung jenis panjat. Apabila panjat berupa tanaman hidup, jarak antar lubang 2,5 – 3,5 cm sesuai kesuburan lahan.Sementara bila panjat berupa kayu gelondongan , kayu ulin, atau tiang beton, jarak antar lubang cukup 2 m. Setelah lubang dibuat, campur tanah hasil galian dengan pupuk kandang. Lalu, campurkan tanah hasil galian dengan pupuk kandang. Lalu, campuran tanah ini ditimbun dalam lubang.
B.PERSIAPAN PANJAT TANAMAN LADA
Ada dua jenis panjat tanaman lada, yaitu panjat hidup dan panjat mati. Masing-masing panjat memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri, disini saya hanya membahas tentang panjat hidup saja.
1.Panjat Hidup Lada
Panjat hidup berupa tanaman yang digunakan untuk memanjatkan tanaman lada. Panjatan hidup dapat ditanam beberapa bulan lada atau bersamaan dengan penanaman lada. Ada beberapa jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai panjatan, diantaranya dadap, lamtoro gung, kapok, dan kalikiria. Selain itu , ada juga yang menggunakan tanaman buah-buahan sehingga ada hasil tambahan dari panjatan hidup tersebut.
Dadap merupakan panjatan hidup yang paling disukai petani lada, terutama petani kecil. Alasanya karena pertumbuhannya tergolong cepat, mudah diperoleh, murah, dan dapat ditanam bersamaan penanamannya dengan penanaman bibit lada. Lamtoro gung memang belum banyak digunakan sebagai panjat tanaman lada. Namun, karena pertumbuhannya cepat dan kondisi tanamannya yang kuat maka lamtoro gung dapat dipertimbangkan sebagai panjatan. Aapalagi lamtoro gung menghasilkan daun yang cukup banyak dan dapat dimanfaatkan sebagai mulsa tanaman lada.
Kapok juga dapat digunakan sebagai panjatan karena perakarannya kuat. Hanya saja, karena perakarannya sangat kuat maka dikhawatirkan dapat mengganggu pertumbuhan lada. Kalikiria merupakan tanaman pagar hidup yang banyak dimanfaatkan sebagai penahan angin. Tanaman ini mudah membentuk batang pokok ganda maupun tunggal.Daun dan cabangnya udah dipangkas untuk memperkaya nitrogen tanah dan bahan organik. Pertumbuhan kalikiria sangat cepat dan dengan mudah ditanam dari stump biasa sepanjang sekitar satu meter, dengan diameter 3-5 cm. Oleh karena akar lateralnya cukup tebal maka dikhawatirkan akan mudah terjadi persaingan pertumbuhan akar.
C.PENAMAN TANAMAN LADA
Kegiatan awal proses penanaman adalah penyiapan bibit. Bibit paling baik adalah berupa setek. Panjang setek sekitar tujuh ruas. Setelah disiapkan,pada bekas galian lubanng tanam dibuat lubang barudengan ukuran 20 cm x 20 cm.
Selanjutnya bibit stek dimasukan kedalam lubang tanam dengan posisi dasar stek berada dibagian bawah hingga kedalaman sekitar 10-30 cm atau sekitar empat ruas. Setek diletakkan dengan posisi 45 derajat celcius mengarah ketiang panjat. Setelah itu lubang ditutup kembali dengan tanah halus. Usahakan penimbunan tanah agak diletakan agar posisi bibit menjadi kuat. Tanah yan ditimbun dibentuk agak cembung. Sementara sisa ruas setek dibagian luar lubang tanam diikat pada panjatan sementara atau permanen.
Umumnya musim tanam lada jatuh pada bulan November - Januari sehingga penyiraman bibit sesudah tanam bukan merupakan keharusan. Hanya saja pada periode tersebut dapat saja terjadi kekeringan.Tindakan yang dapat dilakukan agar bibit tidak mengalami kekeringan adalah penanaman lebih dari satu bibit. Untuk menghindari dari sinra matahari sementara agar tanaman tidak lay dan mati, perlu adanay pelindung bagi tanaman misanya berupa pakis andam atau resam.
D.PEMELIHARAAN TANAMAN LADA
Tujuan pemeliharaan tanaman lada secara keseluruhan antara lain untuk mengoptimalkan kondisi lingkungan dan produksi serta menjaga kondisi lahan dan tanaman. Adapun beberapa tindakan pemeliharaan tanaman adalah penjagaan kondisi lahan, pengaturan, pertumbuhan tanaman, pemangkasan, pemupukan, dan pengendalian hama penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Langganan:
Postingan (Atom)
Mengenai Saya
- Ambo Amsar
- Kendari, Sulawesi Tenggara, Indonesia
- Q di Lahirkan di Sulawesi Selatan, tepatnya d Kab. Wajo Pada Tanggal 08 maret 1986, Setelah lulus SMA pada tahun 2006, kemudian melanjutkan study di Universitas Haluoleo, Di universitas Ini Q mengambil Jurusan Agroteknologi (Agronomi). Selain Lingkungan Akademik Q jg Aktif di Organisasi baik internal maupun External, diataranya BEM, Himagro, HMI, dan Forum Insan Seni Pertanian (FISTA) UnhaLU.
Diberdayakan oleh Blogger.
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "